Kamis, 06 Juli 2017

Lagi, Memetamorfosa Negeri Sendiri


Salam Lestari !!!

Julukan Negara Agraris yang dijunjung Indonesia tentulah udah terkenal dimata bangsa sampai dunia. Julukan ini didasarkan pada kenyataan bahwa lahan pertanian Indonesia yang luas mata pencaharian masyarakatnya kebanyakan adalah petani. Dengan banyak potensi dibidang pertanian dan perkebunan, Indonesia bisa memajukan perekonomian negara.  

(http://mediatataruang.com)

Tapi semakin kesini, semakin banyak pengaruh globalisasi terhadap sistem perekonomin di Indonesia sampai membuat perubahan yang perlahan-lahan tapi pasti semakin menipiskan keaslian Indonesia itu sendiri.
Belakangan statement yang sering dilontarkan anak negeri tentang,
" Indonesia tuh kaya, tapi masyarakat Indonesia belum tahu gimana cara mengelola kekayaanya "semakin benar adanya. 

Berdasarkan data statistik tahun 2014 (mediatataruang.com), luas lahan pertanian di Indonesia mencapai angka 41,5 juta hektar yang terbagi menjadi tiga kategori, 567 ribu hektar hortikultural, 19 juta hektar tanaman pangan dan 22 juta hektar tanaman perkebunan. Bahkan berdasarkan ujaran Kepala Badan Karantina Kementrian Pertanian Bahun Haripin yang dipaparkan di mediatataruang.com, kini luas lahan pertanian baku di Indonesia hanya tinggal 11 juta hektar. Dan jumlah tersebut terus menyusut setiap tahunnya.

Penurunan ini disebabkan adanya metamorfisis lahan pertanian menjadi penggunaan non pertanian, seperti pembangunan gedung dll. Yang lebih mirisnya, fenomena ini dilakukan sendiri oleh bangsa Indonesia dengan alasan sosial ekonomi masyarakat terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat.

Pembangunan yang digadang menjadi tonggak kemajuan suatu daerah terus ditingkatkan setiap tahunnya di berbagai sektor. Mereka mulai melihat kalau sudah ga ada lagi lahan kosong untuk didirikan sehingga terjadilah alih fungsi lahan. 


(www.caves.or.id)
Beberapa waktu lalu, salah satu anggota Mapala SPECTA (Widya Winanda) ikut dalam penelitian Goa Pari. Penelitian pada April 2017 oleh Indonesian Speleological Society berkerjasama dengan Pusat Studi Karst Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta dan juga Forum Caving Suarakarta (FCS), Semarang Caver Association (SCA), Pasdapala SMA N 2 Pati dan masyarakat sekitar dilakukan berdasarkan isu akan adanya aktifitas penambangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa yang akan mengganggu aktifitas sungai Kali Gede di kabupaten Pati, Jawa Timur. Kegiatan ini  bertujuan untuk sosialisasi PERDES tentang pengelolaan sumber daya air dan kars serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang fungsi kawasan karst. 

Peran sungai terhadap lahan pertanian memang sangat vital. Jika aktifitas sungai tidak tergaggu maka petani dapat memanen lahan mereka sampai 3 kali dalam setahun. Itu artinya produksi hasil pertanian akan lancar dan dapat membantu perekonomian masayarakat terlebih terhadap negara. 

Jika masyarakat mengetahui lebih tentang besarnya manfaat dari adanya sungai dekat lahan mereka, masyarakat dan pemerintah tidak akan memberi izin terhadap pendirian bangunan, terlebih itu akan merusak kawasan. Dengan berbulu penolong perekonomian daerah dan menurunkan angka pengangguran, mereka merusak lingkungan dan kekayaan asli daerah Indonesia. 

Jangan sampai julukan Heaven on Earth terhadap kekayaan alam Indonesia yang subur dengan hasil bumi yang melimpah dan hamparan alam yang memanjakan mata seketika hilang karna kesalahan masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Jangan hanya karna berbingkai memperbaiki kondisi sosial-ekonomi lantas mengorbankan ciptaan Tuhan. Justru nantinya permasalahan itu akan berbalik kepada manusia itu sendiri. 







Terlaksananya Kegiatan Donor Darah Mapala Specta di Klinik Syifa Medica UIN Raden Mas Said Surakarta: Sebuah Kerja Sama dengan PMI Sukoharjo

Pada tanggal 24 April 2024, Mapala Specta (Mahasiswa Pecinta Alam) UIN Raden Mas Said Surakarta menyelenggarakan kegiatan donor darah yang...